Assalamualaikum Warohmatullohi Wabarokatuh
Banyak temen-temen yang bertanya sebenarnya pacaran boleh gak sih? Pertanyaan ini biasanya lazim ditanyakan oleh akhi dan ukhti karena mereka biasanya baru belajar tentang agama, selain akhi dan ukhti biasanya mereka sudah gak peduli lagi boleh apa gak? Yang penting perasaanya mereka utarakan dan mereka pacaran.
Ukhti dan akhi ini biasanya mencintai seseorang tapi mereka bingung apakah dosa atau tidak bila mereka berpacaran. Kepingin tapi takut dosa setidaknya itulah gambaran umum atau pernyataan umum dari hati mereka.
Sampai-sampai ada judul buku yang mengatakan lebih baik pacaran setelah menikah?
Menurutku judul buku diatas ada benarnya dan juga ada salahnya, menjadi benar Karena pacaran sendiri identik dengan perbuatan mesum atau perbuartan yang tidak dihalalkan oleh agama, khususnya islam.
Menjadi salah jika kalian tahu bahwa kata pacaran adalah mempunyai kata dasar pacar dan mendapatkan imbuhan an, pacar sendiri adalah sebuah daun pacar dan daun inai menurut orang melayu, kata pacaran sendiri asal muasalnya dari kata itu.
Pada zaman dahulu orang melayu laki-laki yang tertarik dengan seorang perempuan akan menyuruh orang lain untuk menyampaikan pesan kepada keluarga perempuan bahwa si fulan menyukai anaknya, kalau seandainya perempuan tersebut mau dan keluarganya merestui, orang tua perempuan akan memberikan tanda daun pacar kepada lelaki dan perempuan tersebut bahwasanya sudah ada ikatan yang lebih serius, daun pacar itu dibiarkan sampe hilang sendiri, biasanya tanda itu akan hilang selama tiga bulan, jika sudah hilang berarti si pria sudah siap meminang perempuan tersebut.
Saat penantian selama tiga bulan jangan bayangkan hubungan mereka seperti anak zaman sekarang, yang mengartikan pacaran sudah keblabasan, dan sangat berbeda jauh dengan makna aslinya, misalkan saja di jawa pacaran ini bisa disebut dengan gendaan, atau yang lebih keren untuk anak mudah sekarang adalah jadian, dari segi bahasa saja sudah berbeda.
Saat penantian mereka pada zaman dahulu saling menjaga perasaan masing-masing tanpa harus bertemu secara langsung, jangankan memegang tangan, berciuman ataupun kemesuman yang lain, untuk bertatapan saja sang gadis biasanya menundukkan pandanganya,
Dan itu sangat jauh dari arti pacaran saat ini, pada zaman sekarang pacaran sangat identik dengan perbuatan mesum dan tak senonoh lainya, itulah mengapa beberapa agama melarang pacaran dikarenakan takut kepada hal yang diinginkan, hehe
Terus bagaiamana apakah pacaran boleh?
Pacaran tetaplah boleh akan tetapi perbuatan tidak halal yang tidak diperbolehkan. Tapi alangkah baiknya tidak berpacaran untuk menghindari hal yang diinginkan tersebut.
Di zaman sekarang sudah punah budaya seperti orang melayu diatas, lebih baik kita menjaga diri daripada mengambil resiko dalam berpacaran.
Terus ada yang bertanya, kalau gak pacaran bagaimana kita bisa menikah? bagaimana kita tahu sifat pasangan kita masing-masing? ketahuilah wahai saudaraku orang dahulu tak pernah bertemu dan tak pernah ngobrol berdua akan tetapi pernikahan mereka tetap langgeng sampai tua, berbeda dengan zaman sekarang, berapa banyak orang menikah dengan pilihanya sendiri tapi bisa sangat mudah bercerai, so pacaran atau tidak bukan jaminan untuk kelanggengan sebuah pernikahan.
Pacaran, jadian, gendaan, sir-siran dan sejenisnya, apapun itu pada akhirnya hanyalah sebuah kata sedangkan yang terpenting adalah kelakuan atau perbuatan didalamnya, jika tidak melanggar norma agama atau adat istiadat maka semua tetap diperbolehkan.
Kalaupun ada zudul buku yang mengatakan lebih baik pacaran setelah menikah itu berarti sang penulis hanya tahu bahwa pacaran itu sama dengan melakukan kemaksiatan..
Mohon maaf apabila ada salah kata.
Sampai ketemu lagi di artikel selanjutnya
Wassalamualaikum Waroh matullohi Wabarokatuh
Comments
Post a Comment